Program NawaCita Jokowi-JK dalam Mendorong Kebijakan Pertanian

KEEFEKTIVITASAN PEMBUKAAN LAHAN PERTANIAN SELUAS 9 JUTA HEKTAR “PROGRAM NAWACITA JOKOWI JK” DALAM MENDORONG KEBIJAKAN PERTANIAN 


1.1 Alih Fungsi Lahan dan Dampak yang ditimbulkan 
Lahan di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua sebagian besar adalah Hutan yang menurut agenda Nawa Cita Jokowi JK akan dialih fungsikan menjadi kawasan non hutan seperti pemukiman, areal pertanian dan perkebunan. Hal tersebut bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih fungsikan menjadi lahan usaha lain (Widianto et al, 2003). Pengalihan fungsihutan untuk penggunaan lain sudah terbukti sebagai ancaman terhadap keberadaan wilayah hutan. Kebakaran hutan sering terjadi sejak praktek pembakaran hutan digunakan untuk membuka lahan perkebunan (Murniati et al, 2008). Selain itu, pembukaan lahan dengan cara penebangan pohon, dan lain-lainnya juga mengakibatkan dampak yang tidak kecil. Secara garis besar faktor yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan yakni, a) faktor eksternal meliputi pertumbuhan perkotaan, demografis atau kependudukan, faktor ekonomi, b) faktor internal, meliputi tingkat pendidikan, umur, luas lahan yang dimiliki, dan c) faktor kebijakan yang berkaitan dengan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Terlepas dari tingginya permintaan akan kebutuhan produk-produk pertanian, akan ada dampa negatif yang akan ditimbulkan dari dilakukannya alih fungsi lahan ini. Dampaknya antara lain: 
1. Rusaknya ekosistem pada lahan-lahan tertentu Adanya pembukaan lahan-lahan pertanian seperti pada hutan, lahan gambut, atau yang lainnya tentu saja dapat merusak ekosistem yang ada di sekitarnya. Adanya kegiatan bercocok tanam dan pemukiman penduduk yang baru tentu akan menggangu populasi hewan dan tumbuhan. Selain itu, hutan sebagai sumber produksi oksigen terbesar yang sangat penting bagi manusia juga akan hilang yang tentunya juga akan mengurangi atau tercemarnya udara sehat yang ada. 
2. Berkurangnya habitat alami hewan di alam Ekstensufikasi pertanian ini dapat menyebabkan hewan yang tinggal dan hidup di alam menjadi terganggu habitatnya dan mulai tersingkir tempat hidupnya lebih jauh lagi, tidak heran jika ada rombongan gajah atau harimau yang datang menyerang pertanian dan merusaknya karena mereka kelaparan dan tidak memiliki tempat tinggal lagi dengan semestinya. 

1.2 Kondisi Lahan 
Di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua Luas lahan rawa di Indonesia meliputi areal 33,40-39,40 juta ha, yang tersebar di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua. Lahan tersebut terdiri dari lahan rawa pasang surut 23,10 juta ha dan lahan rawa lebak (non pasang surut) 13.30 juta ha. Selain itu, lahan di daerah Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua merupakan jenis lahan kering, lahan bergambut, lahan hutan dan lain-lain. Karena jenis lahan yang ada di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua tidak seperti halnya di Pulau Jawa. Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian termasuk perkebunan dan tanaman yang lainnya tergolong sangat rawan, terutama jika dilaksanakan pada gambut tebal didaerah pedalaman Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua. 
Hal tersebut disebabkan perlu adanya upaya penyesuaian kondisi air lahan atau mengeringkan lahan dengan cara membuat saluran drainase atau kanal. Dibalik pembuatan saluran drainase yang menyebabkan menurunnya air tanah, maka juga akan terjadinya perubahan suhu dan kelembapan di lapisan gambut semakin menurun (Limin, et al, 2000). Oleh sebab itu, penanganan lahan di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua perlu membutuhkan proses dan biaya yang sangat tinggi untuk dapat mengubahnya. Alih Lahan yang ada di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua ini tidak hanya digunakan sebagai alih lahan bidang pertanian saja, namun pemerintah akan menekan jumlah penduduk yang ada di pulau Jawa mencapai 149.604.000,- juta jiwa atau 57 persen dari total populasi keseluruhan, dengan rincian jumlah penduduk di Jawa Barat (48.037.600 jiwa), Jawa Timur (39.293.000 jiwa). Jawa Tengah (34.257.900 jiwa), Banten (12.448.200 jiwa), DKI Jakarta (10.374.200 jiwa), DI Yogyakarta (3.762.200 jiwa), dan Kepulauan Bangka Belitung (1.430.900 jiwa). Banyaknya penduduk dipulau Jawa ini akan dialihkan ke Pulau Kalimantan (15.924.100 jiwa), Sumatera (55.519.600 jiwa), Sulawesi (19.219.200 jiwa), dan Papua (4.180.600 jiwa) secara transmigrasi (Badan Pusat Statistik, 2017). 
Tujuan Nawa Cita nomor empat yakni pembukaan luas lahan didaerah Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua seluas 9 juta hektar untuk mengurai kepadatan penduduk di pulau Jawa dan meningkatkan produktivitas di sektor pertanian yang masih belum ditangani dengan baik didaerah tersebut di tahun 2019. Selain itu, hal tersebut juga akan membantu masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya dengan kepemilikan tanah dari pemerintah tersebut. Tetapi selama 2016 tidak ada redistribusi lahan yang dilakukan oleh pemerintah. Sehingga target pemerintah utuk menredistribusika lahan seluas 1,09 juta bidang ataus eluat 2,18 juta hektar pada tahun 2016, tidak terlaksana dengan baik. Sebelum masa bakti Presiden Jokowi-JK ini habis, mereka berharap apa yang ada di agenda Nawa Cita tersebut bisa terealisasikan dengan baik. 1.3 Kebijakan Agraria Nawa Cita Perluasan alih fungsi lahan di dalam agenda Nawa Cita yang seluas 9 juta hektar ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan mengurai kepadatan penduduk di pulau Jawa. Menurut Swastika (2004), bahwa ketahanan pangan harus ditempatkan sebagai aktor utama pembangunan pertanian yang akan menyelamatkan dari krisis pangan dimasa akan datang. Menggaris bawahin dari argumen tersebut, bahwa untuk mewujudkan ketahanan pangan dilakukan dengan pengembangan sumber daya manusia yang meliputi pendidikan, pelatihan di bidang pangan, penyebar luasan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan dan penyuluhan pangan (Fagi, dkk, 2002). 
Kebijakan dibidang agraria dalam agenda Nawa Cita yang menjadi perhatian utama adalah tentang kebijakan distribusi lahan 9 hektar bagi rakyat dan petani kecil, serta penuntasan berbagai konflik agraria yang ada. Sepanjang tahun 2016 dua agenda utama tersebut tidak berjalan sesuai mandat Nawa cita dan terget RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) bidang pangan dan pertanian tahun 2015-2019 yang telah ditetapkan oleh pemerintah sendiri. Di dalam Nawa Cita yang sudah dijelaskan bahwa pemerintah berkomitmen agar setiap warga negara mempunyai kesempatan untuk memiliki tanah, sebagai tempat menerap atau sebagai tempat memperoleh sumber penghidupan secara layak dengan mendorong landreform untuk memperjelas kepemilikan dan kemanfaatan tanah dan sumber daya alam yang ada (Serikat Petani Indonesia, dkk 2016). 
Perluasan lahan juga harus diimbangi dengan peningkatan produktivitas pangan yang baik. Tingkat pendapatan rumah tanggal dapat mencerminkan salah satu ukuran kemampuan masyarakat dalam konsumsi pangan yang dibutuhkan beserta keragamannya. Pertumbuhan komoditi pangan yang paling tinggi setiap tahunnya adalah komoditi berad an disusul komoditi jagung sebagai tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat (Rusdiana, Supardu dan Aries Maesya, 2017). Oleh sebab itu, pemerintaham Jokowi JK harusnya tidak hanya berfokus pada perluasan lahan dan pengurangi kepadatan penduduk saja, namun harus juga peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia dan Produktivitas komoditas pertanian yang nantinya akan mewujudkan kesejahteraan rakyat yang meningkat.   

3.1. Kesimpulan 
Lahan di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua sebagian besar adalah Hutan yang menurut agenda Nawa Cita Jokowi JK akan dialih fungsikan menjadi kawasan non hutan seperti pemukiman, areal pertanian dan perkebunan. Alih lahan ini membutuhkan biaya yang tinggi dan waktu yang cukup lama untuk dapat difungsikan. Selain itu, alih fungsi lahan ini dapat mengakibatkan rusaknya ekosistem pada lahan-lahan tertentu dan berkurangnya habitat alami hewan di alam. Luas lahan rawa di Indonesia meliputi areal 33,40-39,40 juta ha, yang tersebar di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua. Lahan tersebut terdiri dari lahan rawa pasang surut 23,10 juta ha dan lahan rawa lebak (non pasang surut) 13.30 juta ha. Penggunaan lahan gambut untuk daerah pertanian atau pemukiman tergolong sangat rawan yang dikarenakan perlu adanya upaya penyesuaian kondisi air lahan atau mengeringkan lahan dengan cara membuat saluran drainase atau kanal. 
Agenda peluasan lahan seluas 9 hektar yang dicanangkan oleh Bapak Jokowi-JK sangat bagus, namun harus ada solusi yang jelas untuk mengatasi jenis-jenis lahan yang ada didaerah Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua ini. Selain itu, bukan hanya perluasan lahannya saja yang diagendakan, tetapi tingkat produktivitas petani disetiap daerah harus di tingkatkan pula dengan tujuan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia dan mempermudah peminjaman sarana dan prasaran petani untuk mengoptimalkan sebuah lahan yang ada.  

 DAFTAR PUSTAKA 
Badan Pusat Statistik (BPS). 2017. 
Fagi, A. M., S. Partoharjono dan E.E. Aman to. 2002. Strategi Pemenuhan Kebutuhan Pangan Beras 2010. Prosding Seminar Nasioal Tanaman Pangan. Pusat Penelitihan dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. 45-52.  
Murniati, Nawir, Rumbok. 2008. Rehabilitasi Hutan Indonesia. CIFON. Bogor. 
Limin, S. H., Saman, T. N and et al. 2000. Konsep Pemanfaatan Hutan Rawa Gambut di Kalimantan Tengah. Seminar Nasional Pengolahan Hutan Rawa Gambut Dan Ekspose Hasil Penelitian Di Lahan Basah. Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru, 
Istana Barito Banjarmasin: Kalimantan Selatan. 
Rusdiana, Supardi dan Aries Maesya. 2017. Pertumbuhan Ekonomi Dan Kebutuhan Pangan Di Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Hal: 12-25, 6(1). 
Serikat Petani Indonesia (SPI), Aliansi Petani Indonesia (API), Wahana Masyarakat Tani dan Nelayan Indonesia (WAMTI), dan Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI). 2016. Evaluasi Kebijakan Agraria, Pedesaan, Pertanian, dan Pangan Tahun 2016: Refleksi dan Rekomendasi Kebijakan di Tahun 2017. Jakarta. 
Swastika. D. K. S. 2004. Developing Maize For Importing Poor Parmers Income In Indonesia. CGPRT Flash. Vol: 2(4):45-53. 
Widianto, Hairiah, Suharjito, Sardjono. 2003. Fungsi dan Peran Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICAF). Bogor.

0 Response to "Program NawaCita Jokowi-JK dalam Mendorong Kebijakan Pertanian"